Jumat, 14 Oktober 2016

Manusia Sebagai Makhluk Sosial

Assalamu’alaikum Wr. Wb. 


     Pertama kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua sehingga kita dalam keadaan sehat wal afiat. Dan tak lupa kita haturkan shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang benar ke jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT.


     Pada awalnya, Allah Ta’ala menciptakan seorang manusia di muka bumi ini, yaitu Adam AS. Ketika itu Adam as berada di Syurga bersama Iblis. Namun, karena enggannya Iblis mengikuti perintah Allah swt untuk sujud kepada Adam as maka Allah swt usir salah satu jenis dari kalangan jin ini dari syurga. Tinggallah Nabi Adam AS sendirian di surga.

    Ibnu Katsir menggambarkan kehidupan nabi Adam AS di syurga dengan cukup apik. Dia (Adam) berjalan-jalan sendirian di surga dalam kesepian. Saat dia tertidur, kemudian bangun, terlihat seorang wanita tengah duduk di dekat kepalanya. Adam kemudian menyapa:”Siapakah anda?” Jawab wanita tersebut:”Wanita”. Adam bertanya kembali:”Untuk apa anda diciptakan?” Jawab wanita tersebut:”Supaya anda jinak kepadaku”. Lalu, para Malaikat mendatangi Nabi Adam AS untuk mengetahui sejauh mana ilmunya. Mereka bertanya:”Siapakah namanya, Adam?” Jawab Adam:”Hawwa!” Malaikat bertanya:”Mengapa namanya Hawwa?” Jawab Adam:”Karena dia
dijadikan dari benda hidup” (Tafsir Ibnu Katsir).

    Itulah interaksi sosial pertama yang terjadi antara dua manusia. Interaksi antar dua manusia atau lebih merupakan fithrah basyariyah (naluri manusia) yang menjadikan hidup menjadi indah dan lebih bermakna.
Sifat sosial atau pakar yunani menyebutnya dengan zoonpoliticon adalah fitrah (karakter asal) manusia yang tidak dapat dipungkiri. Sehingga sudah menjadi keniscayaan baginya untuk melengkapi setiap puzzle kehidupannya dengan kehidupan sosial walaupun pada saat – saat tertentu manusia membutuhkan kesendirian.

    Sebagai seorang muslim Allah swt selain memerintahkan kita untuk bertaqwa (menjalankan perintah serta menjauhi larangan) kepada-Nya Allah swt memerintahkan kita untuk beramar ma’ruf nahi munkar. Seperti firman Allah swt dalam Surat Ali Imran 110 :

” Kalian adalah umat terbaik yang dihantar di tengah – tengah manusia untuk mengajak kepada kebaikan serta mencegah kepada kemungkaran dan beriman kepada Allah ..”.

Perintah beramar ma’ruf nahiy mungkar (dakwah) ini tidaklah serta merta dilakukan secara individu. Amar ma’ruf nahiy mungkar ini dilakukan secara bersama – sama berkelompok dan tidak sendirian. Seperti ibarat seekor serigala tidak akan serta merta berani memakan segerombolan besar domba, sedangkan serigala akan langsung menerkam kambing yang sendirian.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung” Ali Imran : 104.

“kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” Al ‘Ashr : 3.

Dr. Abdul Karim Zaidan dalam dalam kitabnya “Ushulud Dakwah” menjelaskan tiga alasan mengapa kita wajib berdakwah. Pertama, karena Allah telah mengutus Rasul-Nya untuk seluruh umat manusia. Allah Ta’ala berfirman:  

Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (Al-A’raf : 158)

Kedua, tersebarnya kemusrikan dan kekafiran di muka bumi akan membahayakan kaum Muslimin, baik cepat atau lambat. Ketiga, berdakwah berarti menghindarkan kaum Muslimin dari kebinasaan dan
azab Allah.

Zaenab binti Jahsy bertanya kepada Rasulullah saw.,  

“Ya Rasulullah, apakah kami akan binasa juga sedang ada di antara kami orang-orang yang masih melakukan kebaikan?” Rasulullah saw. Menjawab, “Ya, apabila kejahatan telah merata”.
( HR. Muslim, dikutip oleh Qurthubi dalam tafsirnya).

    Padahal menurut salim a fillah dalam bukunya saksikan aku seorang muslim kejahatan dimanapun dia berada pasti akan dikalahkan oleh kejahatan. dan sejarah telah membuktikan itu. Lalu kenapa saat ini kebaikan (Islam) secara nyata terdesak oleh kejahatan (maksiat, dst). Maka salim A Fillah menambahkan dalam bukunya karena kebaikan TIDAK MENDESAK kejahatan itu sendiri. kebaikan cenderung menikmati keterasingan, masa – masa sepi, berada di sudut – sudut kerumunan dan enggan mendesak kejahatan. maka disisi ini Amal Jama’i penting adanya bagi para aktor – aktor kebaikan.

Hendaklah kalian berjamaah dan jangan bercerai berai, karena syetan bersama yang sendiri dan dengan dua orang lebih jauh. Barangsiapa ingin masuk ke dalam surga maka hendaklah komitmen kepada jama’ah” (HR At-Tirmidzi)

Sekian dulu penjelasan dari saya, semoga apa yang saya jelaskan tadi bermanfaat bagi anda. Terima kasih telah berkunjung.
 
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Sabtu, 08 Oktober 2016

Manusia Sebagai Makhluk Otonom


Assalamu’alaikum Wr. Wb. 


     Pertama kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua sehingga kita dalam keadaan sehat wal afiat. Dan tak lupa kita haturkan shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang benar ke jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT.

     
    Sebagai makhluk otonom, manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan sikap, dengan kata lain, ia adalah makhluk yang mandiri. Secara etimologi, Otonomi berasal dari bahasa Yunani “autos” yang artinya sendiri, dan “nomos” yang berarti hukum atau aturan, jadi pengertian otonomi adalah pengundangan sendiri. Otonom berarti berdiri sendiri atau mandiri. Jadi setiap orang memiliki hak dan kekuasaan menentukan arah tindakannya sendiri. Ia harus dapat menjadi tuan atas diri. Berbicara mengenai manusia bukanlah sesuatu yang mudah dan sederhana, karena manusia banyak memiliki keunikan. Keunikan tersebut dinyatakan sebagai kodrat manusia. Manusia sulit dipahami dan dimengerti secara menyeluruh tetapi manusia mempunyai banyak kekuatan-kekuatan spiritual yang mendorong seseorang mampu bekerja dan mengembangkan pribadinya secara mandiri. Arti otonom adalah mandiri dalam menentukan kehendaknya, menentukan sendiri setiap perbuatannya dalam pencapaian kehendaknya. 

     Allah telah memberikan akal budi yang membuat manusia tahu apa yang harus dilakukannya dan mengapa harus melakukannya. Dengan kemampuan akal budinya, manusia mampu membedakan hal baik dan buruk dan membuat keputusan berdasarkan suara hatinya dan mampu bersikap kritis terhadap berbagai pilihan hidup. Manusia adalah makhluk hidup, yang mampu memberdayakan akal budinya, maka manusia mempunyai berbagai kemampuan, yakni mampu berpikir, berkreasi, berinovasi, memberdayakan kekuatannya sehingga manusia tidak pernah berhenti.

     
Allah memberi kebebasan kepada manusia. Meskipun kebenaran itu dari Allah, namun Allah tidak pernah memaksa manusia untuk mengimani Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang ingin beriman, maka imanlah. Siapa yang ingin kafir, maka kafirlah. Pun demikian, Allah menciptakan manusia menurut fitrah beragama tauhid. Semua bayi yang lahir, mempunyai kesiapan untuk beragama Islam. Ketika ia besar, ia menjadi kafir atau memeluk agama selain Islam, maka itu adalah karena didikan dari orang tuanya.

      Karena sesungguhnya, Allah tidak pernah menganiaya hamba-Nya. Jika ia sampai masuk ke neraka, itu tak lain karena ia sendirilah yang telah menganiaya dirinya sendiri.
Allah berfirman,  

“Maka beri kabar gembiralah mereka dengan azab yang pedih.” (QS Al Insyiqaaq 24)

     Adanya perbedaan agama di dunia ini, iman atau kafir, itu adalah pilihan orang masing-masing. Di dunia ini, Allah tidak membedakan antara orang yang beriman dengan orang yang kafir dalam hal memberi rezeki.
Pernah Nabi Ibrahim As berdoa sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa:  

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS Al Baqarah 126)

     Banyak kita dapati, orang-orang kafir yang sukses dalam urusannya dengan duniawi. Perlu kita ketahui, bahwa Allah-lah yang telah menyediakan rezeki itu kepada semua manusia, entah ia kafir atau beriman. Jangankan manusia, pada binatang melata pun Allah juga memberi rezeki itu.
Kita sebagai orang yang beriman, tidak boleh terpedaya dengan kesuksesan orang kafir di dunia ini. Karena Allah berfirman, 

“Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (QS Ali Imran 197)

Sekian dulu penjelasan dari saya, semoga apa yang saya jelaskan tadi bermanfaat bagi anda. Terima kasih telah berkunjung.
 
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Minggu, 02 Oktober 2016

Manusia Sebagai Makhluk Ibadat

 Assalamu’alaikum Wr. Wb. 

     Pertama kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya kepada kita semua sehingga kita dalam keadaan sehat wal afiat. Dan tak lupa kita haturkan shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita ke jalan yang benar ke jalan yang di ridhoi oleh Allah SWT.

     Kali ini saya akan membahas tentang manusia sebagai makhluk ibadat. Mungkin banyak orang yang bertanya - tanya mengapa manusia dikatakan sebagai makhluk ibadat? Karena segala perbuatan yang dilakukannya adalah semata-mata hanya untuk mengharap ridho Allah. Meskipun tidak semua bisa berjalan sesuai kaidah. Karena manusia memang pada dasarnya diciptakan dengan banyak kekurangan. Manusia juga memiliki akal dan hawa nafsu yang terkadang sangat susah untuk dikendalikan. Berbeda dengan malaikat yang memang diciptakan hanya untuk mentaati segala perintah Allah. Malaikat diciptakan oleh Allah dengan istimewa, yaitu malaikat tidak pernah memiliki sifat malas sehingga malaikat tidak pernah membangkang atau melalaikan tugas yang iberikan oleh Allah kepada mereka.
     Manusia juga sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa manusia adalah khalifah di bumi. Namun, manusia pula yang akan merawat dan menyebabkan kerusakan di bumi. Semua bergantung pada manusia itu sendiri. Konsep ibadat dalam Islam sendiri ialah segala sesuatu bisa menjadi ibadat jika diawali dengan bacaan Basmalah (Bismillahirrohmanirrohim). Contohnya jika ingin pergi kuliah kita baca basmalah terlebih dahulu, maka itu akan menjadi ibadah bagi kita yang tentunya mendapat balasan pahala dari Allah.
Ada dua macam ibadat, yaitu ibadat mahdah dan ibadat Ghair Mahdah.

1. Ibadat Mahdah artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip:
     a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- 
         Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
     b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah
         adalah untuk memberi contoh:
وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله … النسآء 64
    Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر 7
     Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
صلوا كما رايتمونى اصلى .رواه البخاري   . خذوا عنى مناسككم  .
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka 
dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah:  Sabda Nabi saw.:
من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد . متفق عليه .  عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشدين المهديين من بعدى ، تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ ، واياكم ومحدثات الامور، فان كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة  . رواه احمد وابوداود والترمذي وابن ماجه ،  اما بعد، فان خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هدي محمد  ص. وشر الامور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة . رواه مسلم
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
ذرونى ما تركتكم، فانما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم واختلافهم على انبيآئهم، فاذا امرتكم بشيئ فأتوا منه ماستطعتم واذا نهيتكم عن شيئ فدعوه . اخرجه مسلم
    c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, 
        karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di 
        baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, 
        keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan 
        ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
    d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau 
        ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk 
        kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah 
        untuk dipatuhi:
   Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
     1. Wudhu,
     2. Tayammum
     3. Mandi hadats
     4. Adzan
     5. Iqamat
     6. Shalat
     7. Membaca al-Quran
     8. I’tikaf
     9. Shiyam ( Puasa )
   10. Haji
   11. Umrah
   12. Tajhiz al- Janazah 

2.  Ibadat Ghair mahdah (tidak murni semata hubungan dengan Allah)  yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya .  Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

3. Hikmah Ibadah Mahdhah
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:
a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana  untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya  (QS. 2: 144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.

     Mungkin sebagian orang masih bingung mengapa manusia bisa menyebabkan kerusakan di bumi padahal sudah jelas diterangkan bahwa manusia adalah khalifah di bumi?
     Itu karena yang menempati bumi tidak hanya manusia, melainkan juga makhluk-makhluk lain seperti hewan, jin, setan dan makhluk-makhluk lainnya. Setan senantiasa menyesatkan manusia karena setan yang sudah berjanji kepada Allah, bahwa akan terus menggoda manusia untuk terus berada di jalan yang salah. Mereka yang membisikkan kata-kata negatif yang menjurus pada perbuatan dosa. Sekarang hanya bergantung pada diri kita sendiri. Bagaimana cara kita untuk bisa menahan diri melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat, bahkan menjurus ke perbuatan dosa dan bagaimana cara kita untuk tetap memperkuat iman serta menjaga segala perbuatan baik agar senantiasa istiqomah di jalan yang benar.
     Berbeda dengan Jin yang juga sering mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Mereka (Jin) yang sering mengganggu kita termasuk Jin yang memiliki sifat buruk atau jahat sama seperti manusia juga ada yang memiliki sifat buruk atau jahat. Menurut info yang pernah saya dengar Jin juga ada yang beragama. Sama seperti manusia mereka ada yang beragama dan juga ada yang tidak beragama. Nah, Jin jahat yang beragama maupun tidak inilah yang sering mengganggu kita entah mereka muncul dengan wujud yang sering kita sebut dengan hantu.
     Namun kita tahu, setan tidak akan pernah menyerah untuk menggoda kita. Begitu juga dengan Jin yang sering kali membuat kita terganggu. Maka dari itu, kita harus senantiasa mampu mempertebal iman kita, serta menguatkan niat kita. Karena dari niat inilah semua perbuatan berawal. Semua yang kita lakukan pasti ada niat tersendiri, baik ataupun buruknya niat bergantung pada kemampuan kita menahan segala godaan setan atau Jin tadi.
      Seperti yang telah dijelaskan tadi, bahwa sebagai manusia kita pasti pernah berniat baik maupun buruk meskipun kita hanya beberapa kali berniat buruk misalnya mengusili teman atau yang lainnya. Lalu, bagaimanakah perhitungan pahala ataupun dosa untuk niat baik ataupun buruk?
      Niat yang baik, meskipun hanya niat ia sudah mendapat pahala. Apalagi jika niat dari perbuatan baik tersebut benar dikerjakan, maka pahala yang akan didapat berlipat ganda. Sedangkan niat yang buruk, saat berniat ia mendapat dosa. Namun ketika niat buruk tersebut tidak jadi ia kerjakan, maka dosa dari niatnya tadi akan terhapus. Tetapi jika benar ia kerjakan, maka dosanya pun akan berlipat ganda sesuai dengan perbuatan yang ia lakukan.
      Allah tidak memandang perbuatan baik seseorang dari harganya atau kuantitasnya, tetapi dari kualitas keikhlasan yang terkandung dalam niatnya tersebut. Misalnya seperti dua orang yang menyumbangkan sesuatu ke sebuah masjid. Orang pertama menyumbangkan sebuah kipas angin yang mahal, dan orang kedua menyumbangkan sebuah sapu lidi yang harganya standar pasar. Tetapi allah tidak akan melihat nilai atau harga dari kedua barang tersebut, karena jika seperti itu maka orang yang kurang atau bahkan tidak mampu dalam hal ekonomi tidak akan bisa banyak mengumpulkan pahala karena kesulitannya. Maka disinilah bentuk keadilan Allah pada makhluk-makhluk-Nya. Allah hanya akan melihat dari sisi kualitas keikhlasan yang menyertai barang-barang tersebut sesuai dengan kehendak Allah. Bisa jadi sapu lidi menjadi barang yang mahal dihadapan Allah dibanding dengan kipas angin yang lebih mahal harganya, begitupun sebaliknya. Karena Allah maha tahu segalanya, Allah maha mengetahui hati manusia. Sehingga tidak akan ada makhluk yang mampu berbohong kepada-Nya.
 
Sekian dulu penjelasan dari saya, semoga apa yang saya jelaskan tadi bermanfaat bagi anda. Terima kasih telah berkunjung.
 
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.