Merujuk kepada informasi al-Qur’an pendidikan mencakup
segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada manusia semata, yakni
dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha Agung. Secara garis besar,
konsepsi pendidikan dalam Islam adalah mempertemukan pengaruh dasar dengan
pengaruh ajar. Pengaruh pembawaan dan pengaruh pendidikan diharapkan akan
menjadi satu kekuatan yang terpadu yang berproses ke arah pembentukan
kepribadian yang sempurna. Oleh karena itu, pendidikan dalam Islam tidak hanya
menekankan kepada pengajaran yang berorientasi kepada intelektualitas
penalaran, melainkan lebih menekankan kepada pendidikan yang mengarah kepada
pembentukan keribadian yang utuh dan bulat.
Konsep pendidikan islam yang mengacu kepada ajaran
Al-Qur’an, sangat jelas terurai dalam kisah Luqman. Dr. M. Sayyid Ahmad
Al-Musayyar menukil beberapa ayat Al-Qur’an dalam Surat Luqman. Beliau
mengatakan, ada tiga kaedah asasi pendidikan dalam Islam menurut Al-Qur’an yang
dijalankan oleh Luqman kepada anaknya. Seperti diketahui, Luqman diberikan
keutamaan Allah berupa Hikmah, yaitu ketepatan bicara, ketajaman nalar dan
kemurnian fitrah. Dengan keistimewaannya tersebut, Luqman ingin mengajari
anaknya hikmah dan membesarkannya dengan metode hikmah itu pula.
Kaidah pendidikan yang pertama adalah peletakan pondasi dasar,
yaitu penanaman keesaan Allah, kelurusan aqidah, beserta keagungan dan
kesempurnaan-Nya. Kalimat tauhid adalah focus utama pendidikannya. Tidak ada
pendidikan tanpa iman. Tak ada pula akhlak, interaksi social, dan etika tanpa
iman. Apabila iman lurus, maka lurus pulalah aspek kehidupannya. Mengapa? Sebab
iman selalu diikuti oleh perasaan introspeksi diri dan takut terhadap Allah.
Dari sinilah Luqman menegaskan hal itu kepada puteranya dengan berkata, “Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada
dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan
mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.” (QS. 31:16). Seorang mukmin mesti berkeyakinan bahwa tak ada satu
pun yang bias disembunyikan dari Allah. Allah Maha Mengetahui apa yang ada
dalam lipatan hati manusia. Dari sinilah ia akan melakukan seluruh amal dan
aktivitasnya semata untuk mencari ridha Allah tanpa sikap riya atau munafik,
dan tanpa menyebut-nyebutnya ataupun menyakiti orang lain.
Kaidah kedua dalam pendidikan menurut Luqman adalah pilar-pilar
pendidikan. Ia memerintahkan anaknya untuk shalat, memikul tanggung jawab amar
ma’ruf nahi munkar, serta menanamkan sifat sabar. Shalat adalah cahaya yang
menerangi kehidupan seorang muslim. Ini adalah kewajiban harian seorang muslim
yang tidak boleh ditinggalkan selama masih berakal baik.
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan istilah untuk kritik
konstruktif, rasa cinta dan perasaan bersaudara yang besar kepada sesame, bukan
ditujukan untuk mencari-cari kesalahan dan ghibah. Ummat islam telah
diistimewakan dengan tugas amar ma’ruf nahi munkar ini melalui firman-Nya,
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya
Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. “ (QS:
3.110).
Sabar itu bermacam-macam. Ada sabar atas ketaatan hingga
ketaatan itu ditunaikan, ada sabar atas kemaksiatan hingga kemaksiatan itu
dihindari, dan ada pula sabar atas kesulitan hidup hingga diterima dengan
perasaan ridha dan tenang. Seorang beriman berada di posisi antara syukur dan
sabar. Dalam kemuddahan yang diterimanya, ia pandai bersyukur. Sedang dalam
setiap kesulitan yag dihadapinya, ia mesti bersabar dan introspeksi diri.
Kaidah ketiga adalah etika social. Metode pendidikan Luqman
menumbuhkan buah adab yang luhur serta keutamaan-keutamaan adiluhung. Luqman
menggambarkan hal itu untuk putranya dengan larangan melakukan kemungkaran dan
tak tahu terima kasih, serta perintah untuk tidak terlalu cepat dan tidak
pula terlalu lambat dalam berjalan, dan merendahkan suara. Seorang muslim perlu
diingatkan untuk tidak boleh menghina dan angkuh. Sebab, semua manusia berasal
dari nutfah yang hina dan akan berakhir menjadi bangkai busuk. Dan ketika hidup
pun, ia kesakitan jika tertusuk duri dan berkeringat jika kepanasan.
Sebenarnya,
pendidikan dapat diartikan secara sederhana sebagai upaya menjaga anak
keturunan agar memiliki kualitas iman prima, amal sempurna dan akhlak
paripurna. Karena itu, tanpa banyak diketahui, di dalam islam,
langkah awal pendidikan untuk mendapatkan kualitas keturunan yang demikian
sudah ditanamkan sejak anak bahkan belum terlahir. Apa buktinya? Manhaj islam
menggariskan bahwa sebaik-baik kriteria dalam memilih pasangan hidup adalah
factor agama, bukan karena paras muka dan kekayaannya. Sebab, diyakini,
calon orang tua yang memiliki keyakinan beragama yang baik tentu akan
melahirkan anak-anak yang juga baik.
Di dalam ajaran islam, orang tua bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak-anaknya. Keduanya berkewajiban mendidik anak-anaknya untuk
mempertemukan potensi dasar dengan pendidikan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad
saw yang menyatakan bahwa : “Setiap anak dilahirkan di atas fitrahnya, maka
kedua orangtuanya yang menjadikan dirinya beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi”
(HR Bukhari). Kewajiban ini juga ditegaskan dalam firman-Nya: "Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa”. (QS.
20:132). Dalam ayal lain, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan. (QS. 66:6)
Dalam Islam, pentingnya pendidikan tidak semata-mata
mementingkan individu, melainkan erat kaitannya dengan kehidupan sosial
kemasyarakatan. Konsep belajar/pendidikan dalam Islam berkaitan erat dengan
lingkungan dan kepentingan umat. Oleh karena itu, dalam proses pendidikan
senantiasa dikorelasikan dengan kebutuhan lingkungan, dan lingkungan dijadikan
sebagai sumber belajar. Seorang peserta didik yang diberi kesempatan untuk
belajar yang berwawasan lingkungan akan menumbuhkembangkan potensi manusia
sebagai pemimpin. Firman Allah (QS Al Baqarah 30) menyatakan :”Sesungguhnya
Aku jadikan manusia sebagai pemimpin (khalifah) di atas bumi”. Kaitan
dengan pentingnya pendidikan bagi umat, Allah berfirman: ”Hendaklah ada di
antara kamu suatu ummat yang mengajak kepada kebajikan dan memerintahkan yang
ma’ruf dan melarang yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung”
(QS. 3:104).
Konsep pendidikan dalam Islam menawarkan suatu sistem
pendidikan yang holistik dan memposisikan agama dan sains sebagai suatu hal
yang seharusnya saling menguatkan satu sama lain, yang secara umum ditunjukkan
dalam doa Rasulullah : “Ya Allah, ajarilah aku apa yang membawa manfaat
bagiku, serta karuniakanlah padaku ilmu yang bermanfaat”. Dari doa tersebut
terungkap bahwa kualitas ilmu yang didambakan dalam Islam adalah kemanfaatan
dari ilmu itu. Hal ini terlihat dari hadits Rasulullah : “Iman itu
bagaikan badan yang masih polos, pakaiannya adalah taqwa, hiasannya adalah rasa
malu dan buahnya adalah ilmu.”
Pemisahan
dan pengotakan antara agama dan sains jelas akan menimbulkan kepincangan dalam
proses pendidikan, agama jika tanpa dukungan sains akan menjadi tidak mengakar
pada realitas dan penalaran, sedangkan sains yang tidak dilandasi oleh
asas-asas agama dan akhlaq atau etika yang baik akan berkembang menjadi liar
dan menimbulkan dampak yang merusak. Murtadha Mutahhari seorang ulama, filosof
dan ilmuwan Islam menjelaskan bahwa iman dan sains merupakan karakteristik khas
insani, di mana manusia mempunyai kecenderungan untuk menuju ke arah kebenaran
dan wujud-wujud suci dan tidak dapat hidup tanpa menyucikan dan memuja sesuatu.
Ini adalah kecenderungan iman yang merupakan fitrah manusia. Tetapi di lain
pihak manusia pun memiliki kecenderungan untuk selalu ingin mengetahui dan
memahami semesta alam, serta memiliki kemampuan untuk memandang masa lalu,
sekarang dan masa mendatang (yang merupakan ciri khas sains).
Dalam sebagian kesempatan, Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
menjelaskan : “Salah satu perkara yang telah diketahui secara luas oleh
segenap kaum muslimin dan juga oleh para ulama secara khusus ialah
bahwasanya menambah pemahaman dalam ilmu agama serta menimba ilmu syar’i
merupakan salah satu kewajiban yang paling penting, bahkan ia termasuk
kewajiban yang paling utama untuk bisa beribadah kepada Allah jalla wa
‘ala; dimana Allah telah ciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya
serta mengutus segenap rasul dengan misi ini, dan Allah perintahkan
semua hamba untuk merealisasikannya”.
Beliau juga menerangkan : “Sementara tidak ada jalan untuk mengerti ibadah ini dan tidak ada jalan menuju kesana kecuali dengan ilmu, bagaimana mungkin seorang memahami ibadah yang diperintahkan kepadanya ini kecuali dengan ilmu”.
Beliau menjelaskan: “Hakikat ilmu itu adalah yang bersumber dari Kalam Allah dan kalam Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ilmu ini adalah apa-apa yang diucapkan oleh Allah dan apa-apa yang diucapkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Beliau juga berkata: “Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim dan juga muslimah untuk mempelajari dan menambah pemahaman ilmu agamanya, supaya dia bisa mengerti bagaimana tata-cara beribadah kepada Rabbnya, bagaimana menunaikan kewajiban yang Allah berikan kepadanya, dan bagaimana bisa menjauhi apa-apa yang diharamkan Allah atas dirinya”.
Beliau melanjutkan: “oleh sebab itu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Beliau juga menekankan: “Maka menjadi kewajiban bagi segenap mukallaf/orang yang telah terkena kewajiban syari’at dari kalangan lelaki dan perempuan untuk belajar dan menambah pemahaman ilmu agamanya dari jalan al-Qur’an dan as-Sunnah dan bertanya kepada ahli ilmu/ulama dan orang-orang yang memiliki pemahaman.
Allah ta’ala berfirman,
Beliau juga menerangkan : “Sementara tidak ada jalan untuk mengerti ibadah ini dan tidak ada jalan menuju kesana kecuali dengan ilmu, bagaimana mungkin seorang memahami ibadah yang diperintahkan kepadanya ini kecuali dengan ilmu”.
Beliau menjelaskan: “Hakikat ilmu itu adalah yang bersumber dari Kalam Allah dan kalam Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ilmu ini adalah apa-apa yang diucapkan oleh Allah dan apa-apa yang diucapkan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
Beliau juga berkata: “Oleh sebab itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim dan juga muslimah untuk mempelajari dan menambah pemahaman ilmu agamanya, supaya dia bisa mengerti bagaimana tata-cara beribadah kepada Rabbnya, bagaimana menunaikan kewajiban yang Allah berikan kepadanya, dan bagaimana bisa menjauhi apa-apa yang diharamkan Allah atas dirinya”.
Beliau melanjutkan: “oleh sebab itu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من يرد الله به خيراً يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya maka Allah akan pahamkan dia dalam urusan/ilmu agama.” (Muttafaq ‘alaih)”Beliau juga menekankan: “Maka menjadi kewajiban bagi segenap mukallaf/orang yang telah terkena kewajiban syari’at dari kalangan lelaki dan perempuan untuk belajar dan menambah pemahaman ilmu agamanya dari jalan al-Qur’an dan as-Sunnah dan bertanya kepada ahli ilmu/ulama dan orang-orang yang memiliki pemahaman.
Allah ta’ala berfirman,
فَاسْأَلُواْ أَهْلَ الذِّكْرِ إِن كُنتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kalian kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui.” (QS. al-Anbiyaa’ : 7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar